09 August 2007

DOVE, RING; Merpati Hutan; Columba Palumbus. L 16”

Dalam kisah Air Bah diceritakan bahwa setelah melepaskan burung gagak, Nuh kemudian melepaskan seekor merpati dari kapalnya. Merpati itu sempat kembali kepada Nuh sebanyak dua kali. Pada kali yang kedua merpati tersebut membawa pucuk daun olive di paruhnya. Ketika Nuh melepaskan merpati itu untuk ketiga kalinya, burung itu tidak kembali dan kejadian itu menjadi pertanda bahwa air bah telah menyusut sehingga seluruh penghuni kapal dapat keluar ke alam bebas (Kej 8:8-11).

Kidung Agung juga menunjukkan burung ini : “Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu. Di ladang telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di tanah kita. (Kid 2:11-12)

Umat dalam Kitab Suci kerap menggunakan burung untuk melukiskan cinta perkawinan karena mereka sering melihat merpati mendengkur bermanja satu sama lain. Tidak hanya itu merpati juga digunakan untuk melukiskan kesedihan, seperti yang dialami oleh Hezkia (Yes 38:14). Berbagai jenis burung merpati dapat dengan mudah dikenali. Mereka memiliki kepala yang kecil, tubuh yang kokoh, leher yang pendek. Suara dengkuran merpati terdengar lembut dan monoton

Kebanyakan merpati merupakan burung terbang yang tangguh dan sering terlihat terbang dalam rombongan. Burung ini juga disebut dalam Mzm 55:6-7, “Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku. Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang”.

Ukiran Batu Dokumen Legal Proses Pewarisan Abad XII

Sudah merupakan tradisi bagi orang Israel bahwa harta benda diwariskan dari seorang ayah kepada anak laki-laki sulungnya. Kasus Zelophehad mebuat suatu peraturan baru bahwa jika seseorang tidak memiliki anak laki-laki, maka warisan tersebut dapat diberikan kepada anak perempuan sulung. Pewarisan harta dari seorang ayah ke anak perempuan sulungnya disaksikan oleh para Dewa yang ditakhtakan seperti yang diperlihatkan di sini melalui sebuah ukiran batu yang dibuat pada abad ke 12 SM yang sekaligus merupakan suatu dokumen legal proses dari pewarisan tersebut.

Ben-hadad Menyerang Samaria

Sebuah relief dari istana Ashurbanipat di Niniveh, yang memperlihatkan tentara sedang menyerang sebuah kota. Gambar ini dapat memberikan gambaran bagaimana Ben-hadad menyerang Samaria. Menurut nubuat Elisa, serangan tersebut menyebabkan kerugian besar bagi orang Israel.

Apakah Yesus Membayar Pajak Kepada Kaisar?

"Apakah kita wajib membayar pajak kepada Kaisar?" Ini merupakan pertanyaan yang dilontarkan kaum Farisi kepada Yesus seperti yang diberitakan melalui Injil Matius. Jika Yesus menjawab "wajib", maka Ia akan dijauhi dijauhi oleh para pengikutNya; tetapi sebaliknya jika Yesus menjawab "tidak", maka Ia akan dianggap sebagai pemberontak. Dan seperti yang selalu Yesus lakukan adalah menghindari suatu konfrontasi dan di dalam jawabanNya, Ia membedakan antara kewajiban duniawi dan rohani. Uang yang ditunjukkan oleh kaum Farisi diperkirakan sebuah uang perak seperti ini dimana uang tersebut memiliki gambar dari Teberius, seorang Kaisar Romawi yang berkuasa dari abad ke-14 sampai ke-17.

Gulungan Kitab Suci Qumran

Sebuah gambar dari salah satu gulungan Kitab Suci yang ditemukan di Qumran. Gulungan Kitab tersebut kini disimpan di Yerusalem.

06 August 2007

Puasa Di Dalam Kitab Suci

Apakah praktik puasa orang kristiani memiliki akar yang kuat di dalam Kitab Suci? Kitab Suci memberikan pendasaran yang kokoh dan kuat akan praktik puasa orang kristiani karena di dalam Kitab Suci, kita menemukan banyak praktik puasa dengan berbagai motivasi. Ada yang berpuasa sebagai tanda berkabung. Daud berpuasa pada waktu kematian Saul, Yonatan, dan Abner (2Sam. 1:12; 3:31-35) dan Yudit juga berpuasa setelah kematian suaminya (Yud. 8:2-6).

Praktik puasa dan pantang ada pada setiap agama sejak dari zaman dahulu kala hingga zaman modern ini. Beberapa waktu yang lalu kita menyaksikan umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa dan menjelang Paskah umat kristiani menjalankan ibadah puasa. Selama masa Prapaskah umat kristiani menjalankan ibadah puasa selama empat puluh hari.

Puasa juga dilakukan sebagai ungkapan pertobatan dari dosa (1Sam. 7:6; Yl. 1:14; Yun. 3:5-9); peringatan akan pembebasan dosa masa lalu (Im. 16:29-34; Za. 8:19); bentuk permohonan ketika mengalami malapetaka dan bencana (Hak. 2:26; 2Taw. 20:3-4; Ezr. 8:21-23); bentuk persiapan untuk berjumpa dengan Allah, seperti ketika Musa berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam di Gunung Sinai untuk menerima Hukum Taurat (Kel. 34:28); bentuk persiapan sebelum menerima pewahyuan dan penglihatan. Daniel berpuasa sebelum menerima pewahyuan dan penglihatan (Dan. 10:13).

Berpuasa pada zaman Yesus

Dalam perjanjian lama satu-satunya hari yang ditetapkan untuk berpuasa adalah Yom Kippur, Hari Penebusan (Im. 16:29; 23:27). Tradisi ini mungkin berasal dari zaman sebelum pembuangan. Akan tetapi, orang Yahudi pada zaman Yesus juga sering berpuasa. Dari sejarawan Yahudi, Yosefus, kita mengetahui bahwa orang-orang Eseni menetapkan salah satu hari untuk berpuasa. Selain itu, kita juga mengetahui dari perumpamaan Lukas tentang orang Farisi yang membanggakan dirinya karena berpuasa dua kali seminggu (Luk. 18:12), meski kita tidak diinformasikan hari apa saja mereka berpuasa.

Didakhe, sebuah tulisan kristiani yang muncul sekitar seabad setelah Kristus, menginformasikan bahwa orang Yahudi berpuasa pada hari Minggu dan Kamis dan orang-orang kristiani dinasihati untuk berpuasa pada hari Rabu dan Jumat.

Yesus sendiri juga meneruskan tradisi puasa orang Israel. Ia berpuasa selama empat puluh di padang gurun sebelum memulai karya pelayanan publik-Nya (Mrk. 1:12-15; Mat. 4:1-11; Luk. 4:1-13). Lamanya waktu Yesus berpuasa itu menunjukkan bahwa Yesus meneruskan tradisi puasa orang Israel. Musa berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam (Kel. 34:28). Elia juga berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam ketika ia berjalan ke Horeb (1Raj. 19:8).

Dikisahkan bahwa setelah pembaptisan di sungai Yordan, Yesus dituntun oleh Roh pergi ke padang gurun. Roh, bagi orang Israel kuno, merupakan sebuah ungkapan akan kekuasaan Allah yang Mahatinggi. Roh mendorong para hakim untuk menyelamatkan Israel dari musuh-musuh (bdk. Hak. 3:10). Roh yang diberikan kepada para raja menguatkan suku-suku untuk menjadi suatu bangsa yang bersatu (bdk. 1Sam. 16:13). Roh mendorong para nabi (bdk. Yes. 6:11) di dalam tugas dan panggilan mereka. Roh yang sama inilah yang menuntun Yesus berpuasa di padang gurun.

Padang gurun bukanlah sebuah tempat yang romantis. Tempat itu penuh dengan bahaya. Selain dihuni oleh binatang-binatang buas, padang gurun juga menjadi tempat perlindungan para bandit dan orang-orang terbuang. Yang lebih penting dari semuanya itu, padang gurun menjadi tempat pencobaan bagi orang-orang Israel (bdk. Bil. 10:11-21:34). Berada di padang gurun berarti orang mengalami suatu pengalaman kehilangan dan kekurangan akan segala sarana yang mendukung kehidupan. Akan tetapi, pengalaman itu mendorong kita untuk percaya pada penyelenggaraan ilahi.

Selama empat puluh hari Yesus bergulat di tempat pencobaan; Ia mempersiapkan diri-Nya untuk pelayanan publik-Nya. Pelayanan publik Yesus itu disampaikan-Nya secara singkat (ay. 14-15). Yesus memberitahukan bahwa waktunya (Yunani: kairos) telah genap, yakni kedatangan Kerajaan Allah yang telah lama dinantikan oleh orang Israel. Pemberitaan itu diikuti dengan sebuah syarat: bertobat dan percaya kepada Injil.

Meski praktik puasa itu sesuatu yang lazim pada zaman Yesus dan Yesus sendiri juga meneruskan tradisi puasa, namun praktik puasa Yesus berbeda dari praktik puasa orang Yahudi pada zamannya. Perbedaan itu ditemukan dalam injil sinoptik (Mrk. 2:18-20; Mat. 9:14-17; Luk. 5:33-39). Ditampilkan bahwa orang banyak bertanya kepada Yesus, “Mengapa murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Orang banyak bertanya kepada Yesus karena para murid itu mengikuti guru mereka dan ajaran-ajarannya. Murid-murid Yesus yang tidak berpuasa memperlihatkan bahwa Yesus tidak memerintahkan mereka untuk berpuasa dan juga Yesus sendiri tidak berpuasa. Kenyataan ini berbeda dari harapan umum yang berpandangan bahwa orang yang memiliki relasi yang intim dengan Allah diharapkan berpuasa.

Pertanyaan orang banyak itu dijawab oleh Yesus dengan sebuah pertanyaan retoris, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka?” Perayaan perkawinan mungkin dianggap sebagai suatu peristiwa yang biasa dalam dunia kita, tetapi dari perspektif biblis perayaan itu memiliki makna yang lebih mendalam. Dalam perjanjian Lama, perkawinan merupakan sebuah gambaran standar untuk menjelaskan cinta antara Allah dengan umat Israel (Hos. 2:14-20). Zaman mesianik juga dilambangkan dengan perayaan perkawinan (bdk. Mat. 22:1-14; Yes. 25:6-8). Zaman mesianik adalah saat untuk berpesta, bukan untuk berpuasa.

Pertanyaan retoris itu kemudian dijawab-Nya sendiri. Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Akan tetapi, waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Di sini Yesus tidak lagi berbicara tentang kebiasaan pesta perkawinan, tetapi menyingkapkan sesuatu yang lebih mendalam. Dia mengacu kepada diri-Nya ketika berbicara tentang mempelai laki-laki, meskipun ini bukanlah gelar yang biasa untuk Mesias. Dia menunjukkan bahwa waktu para murid berpuasa akan datang ketika diri-Nya diambil dari mereka yang mengacu pada kematian-Nya. Pada waktu itulah para murid-Nya akan berpuasa sebagai ungkapan duka cita yang mendalam sama seperti ketika Yudit berpuasa sebagai tanda berkabung ketika suaminya meninggal (Ydt. 8:6).


Praktik Gereja Perdana

Para pengikut Yesus mengadopsi praktik puasa sebagai praktik asketis. Hal ini terungkap secara jelas dalam Mat. 6:16-18. Di dalam perikop itu Yesus digambarkan sebagai orang yang memberi perintah kepada para murid-Nya untuk tidak berpuasa seperti orang-orang munafik. Berbeda dengan orang-orang munafik yang muram mukanya dan mengabaikan penampilan untuk mendapat pujian dan penghormatan dari orang lain, para pengikut Yesus meminyaki kepala dan membersihkan wajah mereka sehingga puasa mereka hanya diketahui oleh Allah. Dengan perintah ini Yesus menyerupai pada nabi Perjanjian Lama. Para nabi mendesak orang Israel supaya di dalam berpuasa mereka tidak hanya memperhatikan hal-hal yang lahiriah, tetapi memperlihatkan pertobatan yang benar (Yes. 58:1-9; Yer. 14:12; Za. 7:5-6).

Gereja Perdana juga melakukan puasa. Komunitas Antiokhia berpuasa dan berdoa sebelum meletakkan tangan ke atas Saulus dan Barnabas (Kis. 13:2-3). Dengan berdoa dan berpuasa mereka berharap dapat mendengar perintah dari surga. Yang berdoa bukan hanya lima nabi dan pengajar tetapi komunitas, karena Gerejalah yang mensahkan keputusan (bdk. 1:15; 6:2,5; 14:27; 15:22). Peletakan tangan itu tidak mengacu pada tahbisan, tetapi pengangkatan seseorang untuk suatu tugas khusus. Melalui peletakan tangan itu komunitas memberkati dan mengkhususkan seseorang untuk karya misi pewartaan. Karena Gereja mengangkat dan mengutus Saulus dan Barnabas, maka mereka disebut “rasul”, utusan resmi yang mewakili Gereja Antiokhia untuk tujuan misi khusus (14:4,14). Demikian juga ketika Paulus dan Barnabas mengangkat para penatua untuk masing-masing gereja, mereka berdoa dan berpuasa (Kis. 14:23).

Dalam Gereja perdana, puasa juga menjadi bagian dari persiapan untuk menerima pembaptisan. Tertulianus mengacu pada kebiasaan umum puasa pada hari Jumat. Menjelang akhir abad ke empat, puasa selama empat puluh hari pada masa Prapaskah dan puasa sebelum menerima komuni telah tersebar luas. Pada abad itu juga Pekan Suci ditambahkan pada kalender Gereja menjadi waktu yang lebih ditekankan untuk berpuasa. Sementara waktu antara Paskah dan Pentakosta, puasa tidak terlalu ditekankan. Pada waktu puasa, kita sebagai pribadi dan sebagai anggota komunitas umat beriman turut merasa lapar bersama dengan orang-orang yang lapar, kaum pinggiran yang serba berkekurangan, sambil membuka diri pada transformasi cinta Allah. Solidaritas itu lebih penting bagi Yesus daripada berpuasa. Karena itu, puasa yang dilakukan oleh Yesus selama empat puluh hari di padang gurun dapat juga dipandang sebagai suatu bentuk tindakan solidaritas dengan orang yang lapar dan yang lemah.


Sumber Bacaan

Downey, Michael (ed), The New Dictionary of Catholic Spirituality. Collegevile : Liturgical Press, 1993, 391-392.
Reid, Barbara,
E., What’s Biblical About…Fasting? Bible Today, 43 (2005), 53-55.
Martin,
George, The Gospel According to Mark: Meaning and Message, Loyola Press, Chicago, 2005

Kitab-Kitab Sejarah

Sama seperti bangsa-bangsa lain, bangsa Israel juga mempunyai sejarah tersendiri yang diceritakan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Peristiwa sejarah yang paling berkesan bagi bangsa Israel adalah peristiwa pembebasan dari perbudakan Mesir (bdk Ul 6:21-23). Peristiwa pembebasan ini menjadi mutiara hidup bangsa Israel, karena pada waktu itu mulai terjalin hubungan istimewa antara mereka dengan Tuhan (bdk Kel 4:22; Hos 11:1). Namun demikian, peristiwa penting ini tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudahnya (bdk Ul 26:5-9). Semua peristiwa sejarah ini kemudian dirangkaikan menjadi suatu kisah bersambung yang panjang (bdk Yos 24:2-13; Neh 8:6-31; Ydt 5:6-19). Karena itu sesudah kisah panjang mengenai sejarah bangsa Israel mulai dari penciptaan dunia sampai dengan kematia Musa (bdk Pentateukh), dimulai pula suatu kisah panjang baru mengenai kelanjutan sejarah bangsa Israel mulai dari perebuatan tanah Kanaan (tahun 1200 SM) sampai dengan kehancuran kerajaan Yehuda dan pembuangan ke Babel (tahun 586 SM).

Dalam kisah panjang baru ini, berturut-turut diceritakan bagaimana bangsa Israel merebut dan menduduki tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua, bagaimana mereka berperang melawan bangsa-bangsa tetangga di bawah pimpinan hakim-hakim, dan bagaimana mereka membangun negara berdaulat di bawah pimpinan raja-raja. Seiring dengan perkembangan sejarah bangsa Israel, kisah panjang tersebut dilanjutkan lagi dengan cerita tentang bagaimana mereka pulang dari pembuangan Babel, bagaimana mereka membangun kembali Yerusalem dan Bait Allah, dan bagaimana mereka berjuang untuk membebaskan diri dari penjajah. Seluruh kisah lanjutan ini menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi dari tahun 538 SM sampai dengan tahun 160 SM. Sejarah panjang bangsa Israel mulai dari perebutan tanah Kanaan (tahun 1200 SM) sampai dengan perang kemerdekaan (tahun 160 SM) ini dikisahkan dalam “Kitab-kitab Sejarah”, yaitu: Yosua, Hakim-Hakim, Rut, Samuel, Raja-Raja, Tawarikh, Ezra, Nehemia, Ester, Tobit, Yudit, dan Makabe.

a. Kitab YOSUA
Kitab ini berisi kisah mengenai perebutan tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua (Yos 1-12) dan pembagian tanah tersebut kepada kedua belas suku Israel (Yos 13-22). Kemudian kitab ini diakhiri dengan wejangan perpisahan Yosua dan pembaharuan perjanjian di Sikhem (Yos 23-24).

b. Kitab HAKIM-HAKIM
Kitab ini berisi kisah mengenai peperangan suku-suku Israel melawan bangsa-bangsa tetangga di sekitar tanah Kanaan. Dalam peperangan tersebut, suku-suku Israel dipimpin oleh sejumlah tokoh pejuang yang disebut “hakim”. Zaman ini ditandai dengan banyak kemurtadan dan kekacauan di kalangan suku-suku Israel (bdk Hak 2:10-23; 17:6; 21:25).

c. Kitab RUT
Kitab ini berisi kisah mengenai kesetiaan Rut, seorang perempuan Moab, yang kemudian menjadi isteri Boas, nenek moyang Daud (bdk Rut 4:18-22). Kitab ini ditempatkan persis sesudah Kitab Hakim-Hakim, karena perristiwa yang dikisahkan terjadi pada zaman hakim-hakim (bdk Rut 1:1).

d. Kitab SAMUEL
Kitab ini berisi kisah mengenai pemerintahan Samuel sebagai hakim terakhir (bdk 1Sam 7:15-17) serta pemerintahan Saul dan Daud sebagai raja perintis. Dalam kitab ini sangat ditonjolkan kepahlawanan Daud dalam peperangan melawan musuh bangsa Israel (bdk 1Sam 17:40-58; 2Sam 5:17-25; 8:1-14; 21:15-22). Kini kitab ini terbagi dalam dua jilid yang diberi nama “Kitab Pertama Samuel” dan “Kitab Kedua Samuel”.

e. Kitab RAJA-RAJA
Kitab ini berisi kisah mengenai pemerintahan raja-raja bangsa Israel mulai dari Salomo sampai dengan Zedekia. Dalam kitab ini setiap raja dinilai: apakah ia berlaku baik seperti Daud bin Isai (bdk 1Raj 15:11; 2Raj 18:3; 22:2), ataukah ia berlaku jahat seperti Yerobeam bin Nebat (bdk 1Raj 15:34; 16:19.26). Kini kitab ini juga terbagi dalam dua jilid yang diberi nama “Kitab Pertama Raja-Raja” dan “Kitab Kedua Raja-Raja”.

f. Kitab TAWARIKH
Kitab ini berisi kisah ulangan mengenai sejarah bangsa Israel mulai dari zaman Adam (bdk 1Taw 1:1-27) sampai dengan zaman Koresy, raja Persia (bdk 2Taw 36:22-23). Secara umum kitab ini mengisahkan kembali semua peristiwa dalam Kitab Samuel dan Kitab Raja-Raja, dengan secara khusus menonjolkan Daud sebagai perintis ibadat di Yerusalem. Kitab ini pun terbagi dalam dua jilid yang diberi nama “Kitab Pertama Tawarikh” dan “Kitab Kedua Tawarikh”.

g. Kitab EZRA
Kitab ini berisi kisah mengenai kepulangan kembali bangsa Israel dari pembuangan Babel dan kegiatan mereka untuk membangun kembali Bait Allah serta Yerusalem. Dalam kitab ini juga dikisahkan bagaimana bangsa Israel ditahirkan kembali dari kenajisan bangsa-bangsa lain (Ezr 9-10). Kitab ini sebenarnya merupakan satu rangkaian dengan Kitab Nehemia yang mengisahkan peristiwa serupa.

h. Kitab NEHEMIA
Kitab ini berisi kisah mengenai pengutusan Nehemia untuk membangun kembali Yerusalem beserta berbagai tantangan yang dihadapi dalam proses pembangunan tersebut. Dalam kitab ini juga dikisahkan bagaimana bangsa Israel bertekad untuk menguduskan kembali hidup mereka sesuai dengan hukum Taurat (Neh 8-10).

i. Kitab ESTER
Kitab ini berisi kisah mengenai perjuangan Ester dan Mordekhai melawan Haman yang hendak memusnahkan orang Yahudi dari kerajaan Persia. Sehubungan dengan peristiwa itu, juga dijelaskan asal usul hari raya Purim yang setiap tahun diperingati oleh orang Yahudi pada hari keempat belas dan kelima belas bulan Ada (bdk Est 9:20-32).

j. Kitab TOBIT
Kitab ini berisi kisah mengenai suka-duka keluarga Tobit dalam masa pembuangan di Niniwe, ibu kota kerajaan Asyur. Dalam kitab ini diajarkan bagaimana seharusnya orang Yahudi hidup di negeri asing, yaitu tetap berpegang teguh pada hukum Taurat (bdk Tob 1;3-3:6; 4:1-21).

k. Kitab YUDIT
Kitab ini berisi kisah mengenai perjuangan seorang janda bernama Yudit melawan Holofernes, panglima besar bala tentara Asyur. Dalam kitab ini ditonjolkan campur tangan Allah yang senantiasa menolong, membantu, melindungi, dan menyelamatkan umat-Nya yang lemah (bdk Ydt 9:1-14).

l. Kitab MAKABE
Kitab ini berisi kisah mengenai peperangan orang Yahudi di bawah pimpinan Yudas Makabe melawan para penjajah Yunani. Dalam kitab ini secara khusus diajarkan bagaimana seharusnya sikap orang Yahudi apabila mengalami penganiayaan, yakni bersedia mati demi ketaatan pada hukum Taurat (bdk Mkb 6:18-7:42). Kitab ini juga terbagi dalam dua jilid yang diberi nama “Kitab Pertama Makabe” dan “Kitab Kedua Makabe”.

(Referensi: Njiolah, Hendrik, Mengenal Kitab Suci Perjanjian Lama & Perjanjian Baru, Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 2001, hal. 13-18)

Kitab-Kitab Taurat

Sejak panggilan Abraham (tahun 1900 SM) sampai pembuangan Babel (tahun 586 SM), orang Israel berkembang dari suatu keluarga nomade liar (bdk Hak 17:6; 21:25) menjadi suatu kerajaan berdaulat tertib (bdk 1 Sam 8:10-18). Dalam proses perkembangan itu, orang Israel banyak belajar dari bangsa-bangsa lain yang sudah lebih dahulu hidup teratur berdasarkan hukum (bdk 1Sam 8:4-5.19-20). Kebanyakan hukum itu berasal dari hukum adat sehari-hari (bdk Kel 18:13-27), tetapi kemudian diundangkan menjadi hukum Tuhan yang mengikat semua orang Israel (bdk Kel 20:1-17; Ul 5:1-22). Semua pengajaran ini dituliskan dan dikumpulkan, sehingga sesudah pembuangan Babel telah terbit “kitab Taurat Musa” edisi sederhana (bdk Neh 8:2).

Dalam perjalanan sejarah bangsa Israel, Kitab Taurat Musa tersebut kemudian mengalami perkembangan dengan penambahan sejumlah keterangan atau penjelasan (bdk Neh 8:9). Sering pula ditambahkan sejarah asal usul hukum Taurat itu, sehingga akhirnya peraturan sering bercampur dengan ceritera (bdk Ul 6:20-25). Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, ceritera sejarah lebih dominant daripada peraturan hukum (bdk Ul 26:5-10); Yos 24:2-13; Neh 9:6-31; Ydt 5:6-19).

Perkembangan ini baru berhenti ketika para ahli Taurat berkumpul di Yamnia untuk menetapkan kanon Kitab Suci orang Yahudi (tahun 90 M). Sejak saat itu, Kitab Taurat Musa dikenal dengan nama “Pentateukh”, yang berarti “Lima Kitab”, yaitu: Kejadian, keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Dalam bentuk baku ini, Pentateukh kini berupa suatu kisah panjang mengenai sejarah bangsa Israel mulai dari penciptaan dunia bdk Kej 1;1-:4a) sampai dengan kematian Musa (bdk Ul 34:1-12).

a. Kitab Kejadian
Kitab ini berisi kisah mengenai kejadian dunia dan manusia purba (Kej 1-11), kemudian dilanjutkan dengan kisah mengenai asal usul bangsa Israel mulai dari panggilan Abraham sampai dengan kematian Yusuf (Kej 12-50). Dalam kitab ini, janji Allah kepada Abraham dan keturunannya bahwa mereka akan menjadi bangsa besar yang berkuasa dan termasyur berulang kali ditegaskan (bdk Kej 12:2-3.7; 13:14-16; 15:5.18-21; 17:3-8; 18:17-18; 22:15-18; 26:2-5.24; 28:13-15; 35:11-12; 46:3-4).

b. Kitab Keluaran
Kitab ini berisi kisah mengenai pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir (Kel 1-15), kemudian dilanjutkan dengankisah mengenai perjalanan mereka di padang gurun (Kel 16-40). Dalam kitab ini, dilukiskan perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel di gunung Sinai (bdk Kel 19-20; 34), dan pendirian Kemah Suci sebagai tempat ibadat (bdk Kel 40:1-38).

c. Kitab Imamat
Kitab ini berisi kisah mengenai pemakluman perintah Tuhan kepada bangsa Israel dari dalam Kemah Suci (bdk Im 1:1; 27:34). Kebanyakan perintah itu berisi peraturan mengenai korban persembahan (bdk Im 1-7), hari raya (bdk Im 16; 23; 25), petugas ibadat (bdk Im 8-10), dan kewajiban ritual mengenai kekudusan hidup (bdk Im 11-15; 17; 24; 27). Dalam kitab ini, sangat ditekankan keharusan bangsa Israel hidup kudus sesuai dengan perintah Allah (bdk Im 18-22).

d. Kitab Bilangan
Kitab ini berisi kisah lanjutan mengenai perjalanan bangsa Israel di padang gurun sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan (bdk Bil 33:1-49). Dalam kisah perjalanan ini juga disisipkan sejumlah peraturan bagi bangsa Israel (bdk Bil 36:13). Kitab ini disebut “bilangan” karena memuat banyak catatan mengenai jumlah bangsa Israel beserta pasukan mereka (bdk Bil 1:1-54; 26:1-65). Kitab ini juga memuat kisah mengenai Bileam, seorang nabi asing, yang menubuatkan kemenangan bangsa Israel (bdk Bil 22-24).

e. Kitab Ulangan
Kitab ini berisi kisah mengenai wejangan perpisahan Musa kepada bangsa Israel menjelang kematiannya (bdk Ul 1:1). Dalam wejangan ini, Musa menceritakan kembali (karena itu disebut “ulangan”) perjalanan bangsa Israel di padang gurun beserta semua peraturan yang diperintahkan Tuhan pada waktu itu, agar dapat dijadikan pedoman hidup oleh generasi selanjutnya (bdk Ul 32:44-47). Kitab ini sangat menonjolkan keistimewaan bangsa Israel dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain (bdk Ul 4-7-8; 7:7-8).

(Referensi: Njiolah, Hendrik, Mengenal Kitab Suci Perjanjian Lama & Perjanjian Baru, Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 2001, hal. 9-12)


Menurut Anda, apakah kaum awam perlu belajar Kitab Suci melalui kursus-kursus?

Powered By Blogger